Posts

Showing posts from October, 2014

Bahagia itu tidak semu. Ketidakbahagiaan itu yang semu.

Image
Karena belum sempat membaca buku hingga tuntas, saya akan mengisi blog ini dengan beberapa moment yang sempat terlewatkan untuk diposting. Memang tidak penting, tapi sepertinya saya juga perlu membantu meringankan kerja ingatan. Tidak terasa, sudah  hampir dua bulan saya kembali menetap di Malang. Sungguh, rasanya seperti mimpi berada di kota ini lagi. Entah perasaan saya bagaimana, sulit mendefinisikannya. Saat ini, saya menempati sebuah rumah kos di daerah yang belum pernah saya tinggali. Jalan Bunga Andong, daerah belakang apartemen Soekarno Hatta yang dulu sekali saya selalu tak suka pergi ke sini. Ibu Janty, mantan dosen kesayangan saya pernah kos tepat di samping kos baru saya. Dulu, saya selalu cemas saat mengantarnya malam-malam sepulang minum kopi. Jalan menuju ke sana, melewati beberapa lahan kosong yang agak ngeri di malam hari. Tapi itu tahun lalu. Sekarang, hanya ada 1 lahan kosong. Sisanya, sudah mulai ditumbuhi bangunan. Malam-malam tidak lagi ngeri sebab sepi.

I'm not looking for money

Image
I'm not looking for money. I'm looking for something that makes me happy. It isn't money. It is a freedom. It is a peaceful way. It is something that makes me learn about life. I mean, a beautiful life. Could you give me a time to do my happiness project? Could you stop to ask me "how about the money?" Seriously, I don't care too much for money. I'm not living for it.

Sebuah petuah untuk memulai sesuatu dengan cara yang benar

Image
“Your work is going to fill a large part of your life, and the only way to be truly satisfied is to do what you believe is great work. And the only way to do great work is to love what you do. -Steve Jobs- Setelah menuruti sebuah petuah untuk membiarkan segala sesuatu mengalir seperti air, saya yang sekian lama mengapung di tengah ketidakpastian arus, akhirnya tiba pada tepian yang sejuk dan menggembirakan. Sejauh kelulusan saya pada Februari lalu, saya tak pernah mengirim lamaran pekerjaan kecuali ke media Tempo. Saya tak pernah berupaya mengirimkan lamaran kemanapun lagi setelah itu. Sekalipun saya juga tak kunjung mendapat panggilan dari media yang di masa kuliah selalu saya puja-puja itu. Kemudian, lima bulan setelah menganggur dan memutuskan untuk belajar bahasa asing, tiba-tiba saja saya terdampar di Malang Times. Sebuah media online mainstream pertama di Malang. Selama bekerja disana, saya sempat mencuri kesempatan untuk mengikuti seleksi Transmedia. Denga

Saya, kemiskinan di kepala dan cerita di ujung sawah

Image
Sore itu, saya berkunjung ke rumah seorang mantan hakim mahkamah konstitusi. Prof. Dr. Ahmad Sodiki, begitu ia dikenal. Ketika membuka pagar rumahnya yang sederhana di daerah Cibogo Malang, beberapa saat ia muncul dengan sosok yang juga sederhana dan perangai yang menyenangkan dari balik pintu. “Ya... Mari, silahkan masuk”, ujarnya. Ia menyambut saya dengan ramah, lalu kami bicara soal nasib petani indonesia dan politik pembangunan dalam durasi yang panjang. Selama 60 menit lebih saya mendengarkannya bercerita berbagai hal terkait itu. Pertama, ia menjelaskan sejarah perkembangan agraria, dimana petani Indonesia terus menjadi objek yang sengsara dari waktu ke waktu. Mereka selalu identik dengan kondisi lemah dan tidak berdaya menghadapi hal-hal yang menyulitkan. Tidak berdaya menghadapi politik pembangunan yang dari era ke era sama-sama tak bisa membuat mereka berdaulat. Prof. Sodik, dengan tuturnya yang sendu dan pelan, juga mengenang kembali