Duka Cita Untuk Jemaat Gereja Oikumene


Terlalu banyak kebencian yang tumbuh di televisi, di jejaring sosial, dan di kehidupan nyata. 



Anak-anak yang tidak berdosa itu hanya bermain di teras gereja saat bom meledak dan melukai tubuh kecil mereka. Mereka tidak sedang membenci, tidak sedang berseteru. Mereka korban dari kebencian, kebuntuan akal dan nurani manusia yang disintingkan entah oleh apa. Dukacita mendalam untuk meninggalnya Intan Olivia (2,5 tahun) setelah menderita luka bakar di sekujur tubuhya. Damai di sisi Tuhan, Nak.  

Semoga Tuhan juga mengangkat rasa sakit dari korban yang masih dirawat, anak-anak yang tidak tahu kenapa tubuh mereka tiba-tiba terbakar dan penuh luka.

Untuk yang masih sulit menerima perbedaan, berhentilah merawat kebencian di hati kalian.
Surga yang sedang ramai dikejar-kejar itu tak bisa ditebus dengan rasa benci, amarah, merusak, melukai, membunuh. Berhentilah meneror hidup kami!
Jemaat Gereja Oikumene baru saja bergegas keluar setelah melakukan ibadah minggu pada 13 November 2016, sekitar pukul sepuluh pagi WITA. Di saat yang bersamaan, seorang pria tak dikenal melempar bom molotov ke area teras gereja.

Bom meledak, melukai para korban yang pagi itu tentu tidak menyangka akan mengalami hal ini.
Lima anak-anak dilarikan ke rumah sakit dengan luka bakar di sekujur tubuh. Intan Olivia, meninggal setelah berjuang melawan rasa sakit yang mesti dialaminya tanpa alasan. Anak-anak lain masih menahan sakit dalam perawatan. Tuhan menguatkanmu, Nak.

Dalam beberapa hari ini saya sengaja tidak mengikuti berita-berita sejak aksi massa yang terjadi pada 4 November 2016 lalu. Terlalu banyak kebencian yang tumbuh di televisi, di jejaring sosial, dan di kehidupan nyata. Saya tidak ingin larut. Saya ingin mencintai Tuhan dengan lebih tenang. Sebab Tuhan itu mengampuni, bukan membenci. Biar Tuhan yang menyelesaikan perkaraNya.

Tapi, seketika rasanya runtuh keinginan saya untuk tenang, saat mendengar kejadian pengeboman gereja di Samarinda ini. Melihat foto-foto korban yang tersebar, apalagi mereka adalah anak-anak, bahkan mereka masih di bawah usia lima tahun. Mereka bahkan belum mengenal rasa benci atas nama perbedaan. Atas dasar apa ada manusia yang tega melakukan perbuatan terkutuk seperti ini?

Juhanda, alias Jo (32 tahun) adalah pria tak dikenal yang menjadi pelaku pelemparan bom molotov itu. Mabes Polri memberikan informasi ini, yang saya baca dari situs berita Tempo. Juhanda adalah narapidana kasus bom buku tahun 2011 di Tangerang. Apa yang ada di kepalanya, kira-kira? Kebencian? Kepuasan? Atau dia tak bisa berpikir karena hidup dalam jalan-jalan yang buntu?

Saya mengutuk keras aksi terorisme ini. Saya sangat gusar dengan kejadian akhir-akhir ini. Kebencian yang tumbuh di mana-mana.
Mereka tidak menyadari bahwa kehidupan itu tidak kekal? Tidak ada yang layak ditanam dalam hidup yang sebentar, kecuali kasih.

Mengirim do'a untuk semua yang sedang mengharap rasa damai. Semoga Tuhan selalu menjaga kita semua. Amiin.



STOP HATING, START LOVING


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Prospek Sarjana Ilmu Politik: Ekspektasi Vs Realita

Rekomendasi Blog Inspiratif