Musim Semi Ketiga di Toulouse

....Intinya, saya ingin bilang bahwa  respect sama diri sendiri itu penting banget. Ternyata banyak juga pencapaian yang bisa kita raih, bahkan terkadang di luar ekspektasi terhadap kemampuan diri kita sendiri.
***

Ini adalah musim ketiga saya di Toulouse. Tepatnya, terhitung sejak saya tiba akhir Desember tahun 2016 lalu.




Sejak meninggalkan Indonesia dan memutuskan untuk merantau di Prancis, sebagian besar kerja otak saya adalah berusaha memahami bahasa Prancis dengan lebih baik. Di tahun pertama, saya belajar bahasa baru mulai dari nol, menghafalkan beratus-ratus kosakata sampai saya bisa memahami sebuah bacaan dan percakapan secara utuh.

Memasuki akhir tahun kedua, kehidupan yang mulanya saya kira akan semakin menyenangkan ternyata juga butuh upaya lebih keras untuk sekedar bisa bertahan di tengah orang-orang yang bicara begitu cepat.

Sekiranya pelafalan bahasa Prancis diucapakan dengan logat jawa dengan kecepatan pelan, mungkin dunia terasa indah. Sayangnya, orang Prancis bicara hampir tanpa jeda dan cepat sekali! Sama seperti gaya mereka berjalan yang terburu-buru.

Minggu-minggu awal ketika memulai kelas master, saya hampir tak bisa menangkap dengan jernih satu kalimatpun saat dosen berkhotbah. Sementara itu, model belajar di program-program ilmu sosial adalah dosen bicara dan mahasiswa mengetik dengan cepat apapun yang keluar dari bibir beliau. Sebab, sebagian besar dosen tak punya powerpoint, modul ataupun text sehingga kita cuma punya dua cara untuk lulus: mendengarkan, mencatat baik-baik kuliah yang diberikan dan membacanya ulang agar paham.

Cara kedua, kita mesti membaca buku yang disarankan dan mengemis catatan teman, atau mengulang jika tak melakukan keduanya. Sebab, model ujiannya adalah menulis disertasi secara langsung di kelas, dalam waktu sekitar 1 jam 30 menit dengan subyek yang kadang-kadang tidak akan bisa kita jawab tanpa membaca materi kuliah. Beberapa kali, ujian dilakukan dengan presesentasi dan tanya jawab langsung. Mantap, bukan?

Ehm. Malam ini, saya tiba-tiba saja rindu membaca dan menulis dalam Bahasa Indonesia. Tentu saja perasaan ketika membaca buku berbahasa asing dan Indonesia jauh berbeda. Saya sudah lama jatuh hati dengan diksi-diksi indah dalam bahasa ibu, yang membuat kepala saya benar-benar relaks dan menari-nari. Misalnya, ketika saya membaca puisi Afrizal Malna. 

Di sini, saya belum benar-benar bisa menikmatinya karena musti disambi membuka kamus sedikit-sedikit. Tapi suatu saat saya ingin mencoba menerjemahkan setidaknya beberapa tulisan pendek yang saya sukai. :D

Anyway, saya menulis ini tengah malam sekali, di sela-sela menyelesaikan disertasi akhir tahun yang deadline-nya seminggu lagi. Sebenarnya tidak terlalu punya ide. Hanya rindu untuk sekadar menceracau dan ingin bilang bahwa:

Rasanya, sulit disangka. Hal yang tidak pernah kita kira bahwa kita bisa melakukannya, ternayata bisa kita lalui dengan baik-baik saja, lhoh!
Meski tidak tiba-tiba merubah hal-hal besar, tapi segala upaya yang diusahakan diri kita membuahkan progress dari waktu ke waktu.

Sewaktu saya tiba di sini, saya selalu merasa inferior, mengira bahwa saya lemah dan tidak punya kompetensi apa-apa. Tapi, di tahun ketiga ini, saya ternyata bisa kok untuk survive dalam kondisi apapun. Jika ingin flashback lagi, saya bisa survive karena saya mampu beradaptasi dan punya kemauan untuk berusaha, belajar dan melakukan hal-hal yang terlihat sepele. Kompetensi yang kita kira biasa saja dan sepele seperti merapikan rumah, bermain dengan anak-anak, kemampuan berkomunikasi dengan orang lain, memasak, ternyata bisa sangat berguna!

Saya belajar berbagai hal, dari yang sederhana seperti merapikan rumah, menjaga anak-anak sepulang kuliah, bekerja di restaurant tradisional hingga bintang empat, belajar mengoperasikan mesin kasir yang super jadul dan pekerjaan berhitung yang mulanya selalu saya hindari, akhirnya bisa saya handle dengan sangat teliti. Saya bekerja part time di antara jam-jam kuliah yang padat. Hasilnya sangat membantu untuk survive di Prancis!

Di duna akademik, saya berusaha bersabar untuk mau belajar matakuliah yang ribet semisal hukum desentralisasi dan fiskal lokal, atau matakuliah paling membingungkan seumur hidup saya "sistem dan kompleksitas sosial". Semua saya jabanin, deh! Meski efeknya bikin mules :D Akhirnya, saya bisa melaluinya, walaupun struggling dengan bahasa yang baru saya pelajari akhir tahun 2016 lalu.

Well, hal-hal berat yang pernah maupun masih saya alami, sangat membantu untuk menguatkan mental saya. Sekarang, di kondisi apapun rasanya saya selalu siap dan bisa mencari jalan keluar dengan lebih santai.

Hari ini, Je parle français couramment! Meski masih lemah persoalan grammar, setidaknya saya sudah bisa hidup mandiri, bisa berbicara lancar dengan client sehingga bisa lebih mudah dapat job meski masih serabutan, memahami sebuah diskusi, integrasi budaya, dan melanjutkan pendidikan full in French!

So, this year, saya ingin berterimakasih kepada diri saya sendiri dan semua yang sudah support untuk survive di sini!


Kampus saya, Univeristé Toulouse 1 Capitole


Alors je me suis dire, bravo Nita. T'as réussi de gérer ta vie. :)
Bon, il faut que je continue mon dissertation et à très bientôt les amis
Bisous!





Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Prospek Sarjana Ilmu Politik: Ekspektasi Vs Realita

Rekomendasi Blog Inspiratif