Masih soal kebahagiaan orang lain
Lama tak mengunjungi Auni, keponakan yang kini sudah bisa merangkak mengitari rumah kontrakan mamanya yang sepi.
Ialah kakak sepupu saya, yang memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya, dan berpindah dari kota besar yang telah membesarkannya selama puluhan tahun; ke sebuah pemukiman di dataran tinggi yang membuatnya mulai terbiasa tidur lebih sore.
Rumah kontrakan itu masih sama seperti bulan-bulan sebelumnya.
Cat-cat di beberapa bagian tembok dibiarkan mengelupas, sebuah kasur tipis di atas ubin tua yang dingin untuk menonton sebuah televisi kecil, dan satu-satunya bantal yang tak kempis-kempis amat, kubeli saat mama dan ayahnya menikah tahun 2013 lalu.
Bangunan tersebut persis tahun pertama ia ditinggali. Lengkap dengan gorden tua warna coklat yang benang-benangnya hampir berhamburan seperti harapan.
Cerita yang berlalu sepanjang tahun di dalam rumah itu, adalah sebuah titik balik dari segala pilihan yang telah diputuskan pada jauh hari sebelum peristiwa-peristiwa mulai terjadi. Jauh, sebelum Auni tumbuh jadi bayi cantik yang tak cengeng. Jauh, sebelum keluhan-keluhan lahir dari hari-hari yang semakin tak pasti.
Tapi seperti rumah atau benda-benda yang tampak tegar dan berarti tegar, ketegaran dalam konteks nyata di dalam dada manusia juga bisa dibuktikan dengan cara ia menyikapi hal-hal sulit. Dari kepiawaian mereka melewati perkara-perkara yang terjun bebas dari ekspektasi. Perkara yang; membuat orang sibuk bicara di belakang. Pura-pura peduli, meski dalam hati bisa jadi mengutuki apa-apa yang dianggap bodoh dari luar; berdasar spekulasi dangkal yang didapat sepotong demi sepotong.
Tahap memilih, memang suatu pergolakan yang berdampak besar dalam perjalanan hidup kita.
Pergolakan saya dalam memilih sebuah pekerjaan, juga telah berdampak besar pada kehidupan saya; yang mesti diterima dengan besar hati. Sebab, terkadang orang butuh pelajaran berharga untuk tau ia salah agar kelak benar. Untuk membereskan, dan untuk menumbuhkan serta merawat dengan baik apa yang sebenarnya ia inginkan sebagai jalan hidup.
Bagi kakak sepupu saya, Auni adalah titik balik atas pelik yang bertubi-tubi dalam memilih jalan hidup. Auni sangat berharga dan tak bisa disetarakan oleh nasib apapun. Auni adalah keberuntungan meski ia benar-benar harus memulai dari nol. Auni adalah tempat ia berpulang dari segala lelah dan jengah. Barangkali juga; malaikat kecil yang membantunya melompat, melewati tumpukan sesal yang tak ingin ia sentuh sedikitpun.
Sebab, sekali menyentuh rasa sesal, kebahagiaan tak akan pernah sama lagi.
Hari khidmat itu. |
Comments
Post a Comment